A. Sejarah Dakwah Rasulullah Saw Periode Madinah
1. Arti hijrah dan tujuan rasulullah Saw dan umat Islam berhijrah.
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui umat Islam. Pertama, hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah Swt, untuk melakukan perbuatanperbuatan yang baik, yang disuruh Allah Swt dan diridlai-Nya. Contohnya, semula siswa itu malas mengerjakan salat 5 waktu dan malas belajar. Kemudian dia membuang jauh sifat malasnya itu, sehingga ia menjadi siswa yang berdisiplin dalam salat lima waktu dan rajin dalam menuntut ilmu. Arti hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Rasulullah Saw bersabda : "al Muhaajiru man haajara ma nahaa Allahu 'anhu" HR. Bukhori
Artinya: "Orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah Swt”. (H. R. Bukhari)
Arti kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanaan. dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah Saw dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M. Tujuan hijrahnya Rasulullah Saw dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yatsrib (negeri Islam) adalah :
- Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah Saw meninggalkan rumahnya di Mekkah untuk berhijrah ke Yatsrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum kafir Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
- Agar memperoleh keamanandan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah. Sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah Swt untuk menegakkandan meninggikan nama-Nya (Islam) (lihat dan pelajari Q.S. AnNahl, 16: 41-42)